MPI Press - Teori manajemen dapat membantu memajukan profesi manajemen Kerjasama antara teoritisi dan praktisi manajemen dapat membuahkan hasil yang mengagumkan. Perkembangan teori manajemen membukt kan bahwa teori sebenarnya dapat memberikan kontribusi penting Bukti lain adalah lahirnya sekolah-sekolah atau perguruan tinggi di bidang manajemen.
Teori merupakan kumpulan prinsip yang disusun secara sistematis. Prinsip mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antar fenomena yang ada. Setiap teori akan mengembangkan konsep yang digunakan sebagai simbol fenomena tertentu.
A. Teori Manajemen Kuno
Sampai tingkat tertentu, manajemen kuno telah dipraktikkan oleh masyarakat kuno. Contohnya bangsa Mesir bisa membuat Piramida, bangunan yang cukup kompleks yang hanya bisa diselesaikan dengan koordinasi yang baik. Bangsa Indonesia mampu menyelesaikan candi Borobudur, bangunan yang dibuat dengan perhitungan yang matang dan setiap bagian mempunyai pengaturan tersendiri.
Meskipun manajemen telah dipraktikkan dan dibicarakan pada zaman kuno, tetapi kejadian semacam itu relatif sporadis dan tidak ada upaya sistematis untuk mempelajari manajemen, karena itu manajemen selama beberapa abad terlupakan. Manajemen sering dianggap sebagai seni atau praktik, bukan ilmu. Untuk menjadi manajer yang baik tidak perlu memahami teori manajemen tetapi dengan terjun langsung ke lapangan. Pada akhir abad ke-19, perkembangan baru membutuhkan studi manajemen yang lebih serius. Pada waktu industrialisasi berkembang pesat dan perusahaan-perusahaan berkembang menjadi perusahaan raksasa seperti IBM, general motors, yang mulai muncul pada awal abad ke-20 dengan pekerja mencapai ribuan orang, produksi dilakukan secara massal, input masuk dalam jumlah yang besar, proses produksi harus dilakukan dengan cepat (efisien), pengelolaan perusahaan semakin kompleks, maka studi manajemen yang lebih serius semakin dibutuhkan.
B. Teori Manajemen Klasik
Teori manajemen klasik berasumsi bahwa para pekerja atau manusia itu sifatnya rasional, berpikir logik, dan bekerja merupakan suatu yang diharapkan (Nanang Fattah, 2004:22). Teori manajemen klasik berawal dari Robert Owen yang merupakan manajer dan pemilik pabrik kapas (cotton) di Inggris. Pada waktu itu kondisi kerja di pabrik sangat buruk, Owen sampai pada kesimpulan bahwa manajer harus menjadi pembaharu (reformer). Beliau melihat peranan pekerja yang cukup penting, sebagai aset perusahaan pekerja bukan hanya merupakan input, tetapi merupakan sumber daya perusahaan yang signifikan. Selanjutnya beliau memperbaiki kondisi kerja pekerjanya dengan mendirikan perumahan (tempat tinggal) yang lebih baik, beliau mendirikan toko dimana pekerja bisa membeli barang kebutuhan di toko tersebut dengan harga murah. Langkah berikutnya mengurangi jam kerja menjadi 10,5 jam per hari dari sebelumnya sekitar 15 jam sehari dan menolak pekerja di bawah umur 10 tahun. Owen berpendapat dengan memperbaiki kondisi kerja atau investasi pada sumber daya manusia, perusahaan dapat meningkatkan output dan keuntungan. Manajer lain pada waktu itu lebih senang melakukan investasi pada sisi teknis, seperti investasi pada mesin, dan melupakan perbaikan atau investasi pada sumber daya manusia.
Di samping itu, Owen memperkenalkan sistem penilaian terbuka dan dilakukan setiap hari. Dengan cara semacam itu manajer diharapkan bisa melokalisir masalah yang ada dengan cepat. Cara semacam itu juga membuat pekerja yang berprestasi menjadi bangga karena namanya dikenalkan ke pekerja lain. Cara semacam itu mendorong sistem feedback yang banyak dibicarakan pada masa-masa berikutnya.
Tokoh berikutnya adalah Babbage yang merupakan profesor Matematika di Inggris. Dengan latar belakang kuantitatifnya, beliau percaya bahwa prinsip-prinsip ilmiah dapat diterapkan untuk mening. katkan efisiensi produksi, dan berpendapat bahwa jika produktivitas naik, maka biaya operasi akan turun. Kontribusinya terlihat dari bukunya On the Economy of Machinery and Manufactures. Beliau menganjurkan pembagian kerja (division of labor), sehingga kerja operasi setiap pabriknya bisa dianalisis secara terpisah. Dengan cara semacam itu training bisa dilakukan dengan lebih murah. Pekerja yang melakukan pekerjaan sama secara berulang-ulang akan semakin terampil dan berarti semakin efisien Dia percaya bahwa metode kuantitatif bisa digunakan untuk menganalisis persoalan perusahaan seperti meng- efisienkan penggunaan bahan baku atau fasilitas lain: Dengan ide-ide semacam itu Babbage menjadi pioner manajemen ilmiah.
Teori klasik berangkat dari premis bahwa organisasi bekerja dalam proses yang logis dan rasional dengan pendekatan ilmiah dan berlangsung menurut struktur atau anatomi organisasi. Salah satu teori klasik adalah manajemen ilmiah (scientific management) yang dikembang kan oleh Frederik W Taylor (1856-1915) dan dikenal sebagai Bapak Manajemen Ilmiah Taylor memfokuskan perhatiannya pada studi waktu untuk setiap pekerjaan (time and motion study).
Di sebuah pabrik baja di Philadelphia, Taylor melihat pekerja yang melakukan praktik soldiering sengaja memperlambat pekerjaan, lebih rendah dibandingkan dengan kemampuan sebenarnya. Taylor kemu- dian mengembangkan analisis kerja. Pekerjaan dipecah-pecah ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil, waktu yang diperlukan untuk melaku- kan pekerjaan tersebut ditentukan (bisanya dengan melihat waktu yang dipakai oleh pekerja yang baik). Metode yang terbaik dan tercepat untuk melakukan pekerjaan tersebut dipelajari. Taylor kemudian memper- kenalkan sistem pembayaran diferensial (differential rate system). Dengan cara tersebut, karyawan akan memperoleh kenaikan upah apabila berhasil melampaui standar yang telah ditentukan. Kenaikan upah tersebut dihitung secara teliti berdasarkan perkiraan kenaikan keuntungan perusahaan karena kenaikan produksi tersebut. Dengan cara semacam itu upah menjadi fair karena ditentukan secara ilmiah. Dengan cara semacam itu juga, baik perusahaan ataupun pekerja akan sama-sama memperoleh keuntungan. Pekerja yang tidak efisien tidak perlu takut kehilangan pekerjaan, karena penawaran tenaga kerja saat itu masih kurang.
Karena teorinya tersebut, Taylor kemudian bekerja menjadi konsultan di beberapa perusahaan. Dengan cara semacam itu Taylor merasa dapat mengaplikasikan idenya dengan lebih efektif, dan mela- porkan bahwa banyak perusahaan yang sukses dengan menggunakan metodenya. Meskipun sukses menaikkan produktivitas, banyak tantangan yang muncul, pekerja mulai takut diberhentikan apabila perusahaan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Taylor Tantangan terhadap Taylor menyebabkan pemogokan pada sebuah pabrik Watertown Arsenal di Massachusetts, Amerika Serikat. Wakil rakyat (anggota kongres) memanggil Taylor meminta penjelasan mengenai ide-idenya. Penjelasan Taylor ditulis dalam dua buku Shop Management dan The Principles of Scientific Management.
Manajemen Ilmiah Taylor didasarkan pada beberapa langkah atau prinsip di bawah ini:
1. Mengembangkan ilmu (science) untuk setiap elemen pekerjaan, untuk menggantikan metode perkiraan yang tanpa didasari ilmu (rule of thumb)
2 Memilih karyawan secara ilmiah dan melatih mereka untuk melakukan pekerjaan seperti yang telah ditentukan pada langkah satu.
3. Mengawasi karyawan untuk memastikan bahwa mereka mengikuti metode yang telah ditentukan untuk mengerjakan suatu pekerjaan (seperti langkah satu) dan pengawasan dilakukan secara ilmiah. 4. Kerja sama antara manajemen dengan pekerja ditingkatkan. Persahabatan antara keduanya juga ditingkatkan. (Mamduh M. Hanafi, 2011:3)
Taylor berpendapat bahwa agar prinsip itu sukses, diperlukan revolusi mental yang menyeluruh baik dari sisi manajemen maupun sisi pekerja. Dari pada bertikai memperebutkan keuntungan yang ada, lebih baik keduanya memfokuskan pada peningkatan produktivitas dan keuntungan agar lebih besar. Keuntungan yang lebih besar akan meng untungkan semuanya. Taylor percaya bahwa manajemen maupun pekerja mempunyai kepentingan yang sama untuk meningkatkan produktivitas
Ahli lain yang mengemukakan tentang manajemen klasik adalah Frank G. Gilberth dan Lillian Gilberth. Keduanya merupakan suami isteri yang mempunyai minat sama terhadap manajemen. Frank Gilberth melakukan studi pekerjaan tukang batu (bricklayer) dalam melakukan tiga hal yaitu mengajar tukang batu yang junior, bekerja cepat, dan kemudian sengaja memperlambat kerjanya. Setelah melakukan studi, beliau mengajukan metode kerja yang lebih efisien. Metodenya mengu- rangi pergerakan fisik dari 18 jenis menjadi hanya 5 jenis dan meningkatkan cutput 200-300%, sukses dengan metodenya dan kemu- dian mengarahkannya pada studi gerak dan kelelahan. Menurutnya, pergerakan yang dapat dihilangkan akan mengurangi kelelahan dan semangat kerja akan naik karena bermanfaat secara fisik pada karyawan. Lilian Gilberth memberikan kontribusi pada lapangan psikologi industri dan manajemen personalia. Beliau percaya bahwa tujuan akhir manajemen ilmiah adalah membantu pekerja mencapai potensi sepenuh- nya sebagai seorang manusia.
Keduanya mengembangkan rencana promosi tiga tahap yang ditujukan sebagai program pengembangan karyawan. Seorang pekerja akan bekerja seperti biasa sambil menyiapkan promosi karir dan melatih calon penggantinya. Dengan demikian pekerja akan menjadi pelaksana yaitu pelajar yang menyiapkan karir lebih tinggi, dan pengajar dalam arti mengajari calon penggantinya.
Henry L Gantt pernah bekerja dengan Taylor dan kemudian dia bekerja sendiri dan melakukan perbaikan metode Taylor. Dia melakukan perbaikan metode penggajian Taylor (differential system) karena menurut- nya metode tersebut kurang memotivasi pekerja. Setiap pekerja yang dapat menyelesaikan beban kerja hari itu akan menerima 50-cents.
Pengawas (server) akan memperoleh bonus untuk setiap pekerja yang berhasil memenuhi standar yang telah ditentukan. Dengan insentif semacam itu pengawas diharapkan akan melatih pekerja dengan lebih baik Gantt juga memperkenalkan sistem penilaian terbuka yang merupakan ide Owen. Kemajuan pekerja dicatat dengan bagan kotak wama hitam apabila berhasil memenuhi standar dan warna putih apabila tidak bisa memenuhi standar. Gantt chart (bagan Gantt) kemudian populer dan digunakan untuk perencanaan yaitu mencatat schedule (jadwal) pekerjaan tertentu.
Teori manajemen ilmiah mempunyai beberapa keterbatasan. Asumsi bahwa manusia (pekerja) akan berusaha memenuhi kebutuhan ekonomi dan fisiknya, tidak selalu benar. Tujuan produktivitas atau keuntungan cenderung mengarah pada eksploitasi pekerja. Asumsi universalitas pendekatan manajemen ilmiah bahwa manajemen dapat dipakai untuk semua situasi dan di semua tempat tidak sepenuhnya tepat. Hal ini disebabkan ada beberapa pendekatan yang cocok untuk waktu/tempat tertentu, tetapi tidak cocok untuk waktu/tempat yang lain.
C. Teori Manajemen Neo-Klasik
Teori ini timbul sebagian karena pada para manajer terdapat berbagai kelemahan dengan pendekatan klasik. Pada kenyataannya manajer kesulitan dan frustasi karena orang tidak selalu mengikuti pola tingkah laku yang rasional. Teori ini berasumsi bahwa manusia adalah makhluk sosial dengan mengaktualisasikan dirinya. Beberapa pelopor aliran Neo: Klasik ini antara lain Elton Mayo dengan Studi Hubungan Antar Manusia atau tingkah laku manusia dalam situasi kerja informal lingkungan sosial pekerja mempunyai pengaruh yang besar terhadap produktivitas.
Pengikut faham neo-klasik adalah Chester 1. Barnard (1976) yang menyatakan bahwa hakikat organisasi adalah kerja sama yaitu kesediaan orang saling berkomunikasi dan berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama. Individu harus bekerja sesuai dengan kehendak organisasi. Keseimbangan harus dijaga antara imbalan yang diberikan kepada individu dan sumbangan individu terhadap tercapainya tujuan organisasi Bamard berpendapat bahwa suatu manajemen dapat bekerja secara efisien dan tetap hidup jika tujuan organisasi itu dijaga seimbang.
Pelopor lainnya adalah Douglas McGregor yang menyatakan bahwa manajemen akan mendapatkan manfaat besar bila ia menaruh perhatian pada kebutuhan sosial dan aktualisasi diri karyawan. Gregor mengemukakan dua teori yaitu teori X yang berasumsi bahwa manusia tidak menyukai kerja, tidak ada ambisi, tidak bertanggung jawab, menolak perubahan dan lebih baik dipimpin dari pada memimpin, Sedangkan teori Y berasumsi bahwa manajer memandang bawahan ber sedia bekerja, bertanggung jawab, mampu mengendalikan diri, dan berpandangan luas, serta kreatif. Implikasi dari asumsi-asumsi itu, bila manajer mengikuti teori X cenderung banyak mengarahkan, yang akibat- nya tingkat kebergantungan karyawan kepada atasan sangat tinggi dan enggan bertindak. Sedangkan manajer penganut teori Y cenderung mendorong berpartisipasi, ada kebebasan, dan bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugasnya. Pada akhirnya karyawan akan merasa memiliki dan mempunyai kesempatan untuk mengembangkan diri.
Teori manajemen neo klasik berikutnya dikemukakan Vromm (Filley, et.al., 1976) dengan teori harapan (ekspektasi) mendasarkan pada dua asumsi berikut :
1. Manusia biasanya meletakkan nilai kepada suatu yang diharapkan dari hasil karyanya. Oleh karena itu ia mempunyai urutan kesenangan (preferences) di antara sekian banyak hasil yang ia harapkan.
2. Suatu usaha untuk menjelaskan motivasi yang terdapat pada seseorang selain harus mempertimbangkan hasil yang dicapai, juga mempertimbangkan keyakinan orang bahwa yang dikerjakannya memberikan sumbangan terhadap tujuan yang diharapkan.
Berdasarkan asumsi-asumsi di atas, Vromm mengajukan suatu teori tentang motivasi yang akan mempengaruhi prestasi. Vromm mengemukakan formula prestasi yang berhubungan langsung dengan motivasi yaitu:
P = f (M x A)
M = f (V x E)
P = f (A x V x E)
Keterangan:
P = Prestasi kerja
M = Motivasi Kerja
A = Ability (kemampuan)
V = Valensi (preferensi keinginan)
E = Ekspektasi (harapan)
Dari formula di atas didapat bahwa prestasi kerja seseorang merupakan fungsi motivasi dikali kemampuan. Motivasi merupakan fungsi perkalian dari valensi dengan ekspektasi. Valensi merupakan preferensi keinginan seseorang terhadap sesuatu yang nilainya antara 0 - 1. Jika sesuatu oleh seseorang dianggap mempunyai nilai valensi nol, maka sesuatu itu tidak akan mempunyai daya tarik bagi orang yang bersangkutan. Sebaliknya, jika mempunyai nilai valensi satu, maka sesuatu yang ditawarkan oleh organisasi mempunyai daya tarik yang sangat tinggi.
McClelland dengan teori prestasinya mengemukakan pada dasarnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga kebutuhan, yaitu: (1) Kebutuhan akan kekuasaan/kekuatan (need for power), (2) Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation), dan (3) Kebutuhan akan keberhasilan (need for achievement). Teori ini berusaha menjelaskan tingkah laku yang berorientasi kepada prestasi.
Prestasi didefinisikan sebagai tingkah laku yang diarahkan kepada tercapainya standard of excellent. Menurut teori ini seseorang yang mempunyai needs achievement tinggi selalu mempunyai pola berpikir tertentu ketika merencanakan untuk melaksanakan sesuatu. Pekerjaan baginya harus menantang.
Model lain tentang aliran perilaku ini dikemukakan oleh Porter dan Lawler (1968) yang dibangun atas dasar teori ekspektasi. Porter dan Lawler berhasil membuat model motivasi yang lebih lengkap dan telah diterapkan dalam studi para manajer.
Pada bagan di atas menunjukkan bahwa upaya (kekuatan dari motivasi dan energi) bergantung pada nilai imbalan (reward) ditambah energi yang dicurahkan dan probabilitas untuk memperoleh imbalan Persepsi upaya dan probabilitas imbalan itu sebaliknya dipengaruhi juga oleh prestasi (actual performance). Apabila ia mengetahui kemampuan untuk mengerjakan suatu tugas, maka dia memiliki perkiraan yang lebih baik tentang besarnya upaya yang dibutuhkan dan probabilitas imbalannya.
Model motivasi Porter dan Lawler menggambarkan motivasi bukanlah masalah sebab akibat yang sederhana. Seorang manajer harus menilai dan mempertimbangkan struktur imbalan dengan hati-hati melalui perencanaan yang diteliti, uraian yang jelas tentang tugas-tugas, tanggung jawab melalui penstrukturan organisasi yang baik. Sistem upaya, prestasi, imbalan, kepuasan hendaknya diintegrasikan ke dalam seluruh sistem pengelolaan.
D. Teori Manajemen Modern
Pendekatan modern didasarkan kepada hal-hal yang sifatnya situasional dan kontemporer, artinya orang menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi dan mengambil keputusan sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan. Asumsi yang dipakai bahwa orang itu berlainan dan berubah kebutuhan, reaksi, dan tindakannya yang bergantung pada lingkungan.
1. Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem terhadap manajemen berusaha memandang organisasi sebagai sebuah sistem yang menyatu dengan maksud tertentu dan terdiri atas bagian-bagian yang saling berhubungan. Pendekatan sistem tidak secara terpisah berhubungan dengan berbagai bagian dari sebuah organisasi melainkan memberikan kepada manajer suatu cara untuk memandang organisasi sebagai keseluruhan dan sebagai bagian dari yang lebih besar (lingkungan).
William A. Shrode dan D. Voich mendefinisikan sistem sebagai berikut:
"A system is a set of interrelated parts, working indepently and jointly in pursuit of common objectives of the whole within a complex environment".
Pengertian lain dikemukakan oleh Fitz Gerald dan Stalling bahwa:
"A system can be defines as a network of interrelated procedures that are joint together to performance activity or to accomplish a specific objectives. It is, in effect, all ingredient which make up the whole" (Nanang Fattah, 2004:29).
Mamduh M. Hanafi 201:42) memberikan definisi sistem yaitu gabungan sub-sub sistem yang saling berkaitan Dari ketiga pengertian sistem tersebut dapat diidentifikasi bahwa sistem mempunyai empat hal: (1) Sistem terdiri atas bagian-bagian yang saling berkaitan satu sama lain; (2) Terdapat bagian-bagian yang saling berhubungan dan dapat berfungsi, baik secara independen maupun secara bersama-sama; (3) Berfungsinya bagian-bagian tersebut ditujukan untuk mencapai tujuan umum secara keseluruhan, dan (4) Suatu sistem yang terdiri atas bagian- bagian itu berada dalam suatu lingkungan yang kompleks.
Secara eksplisit sistem cenderung lebih bersifat terbuka. Hal ini dinyatakan dengan adanya aspek lingkungan yang berhubungan erat dengan bagian-bagian dari sistem yang berperan penting.
Selain terbuka, sistem juga mempunyai bagian yang dinamakan sub sistem. Misalnya sub sistem pemasaran, sub sistem keuangan, sub sistem produksi. Ketiga sub sistem tersebut saling berkaitan satu sama lain. Perubahan pada sub sistem produksi akan mempengaruhi sub sistem pemasaran dan keuangan dan pada akhirnya terbentuk sistem secara keseluruhan. Jika sub sistem saling bekerja sama, maka hasil yang diperoleh akan lebih efektif dibandingkan apabila mereka bekerja sendiri-sendiri. Hal tersebut dinamakan sinergi. Sinergi sering dikaitkan dengan merger dimana dua perusahaan yang bersatu akan lebih efisien dibandingkan jika dua perusahaan tersebut berjalan sendiri-sendiri.
Dalam sistem yang terbuka, terdapat batasan sistem yang fleksibel. Sedangkan dalam sistem yang tertutup batasan sistem bersifat kaku. Semakin lama kecenderungan organisasi, maka organisasi tersebut harus mempunyai batasan sistem yang fleksibel karena tuntutan dari lingkungan semakin keras.
Jika perusahaan tidak mampu memproses feedback dengan baik dan tidak bisa menyesuaikan diri terhadap lingkungan, maka sistem tersebut sedang menuju kehancuran (entropi) dan organisasi akan mati. Hal tersebut di antaranya disebabkan organisasi tidak mampu menyesuaikan perubahan selera konsumen atau kebutuhan konsumen dan lingkungan.
Menurut teori sistem, pencapaian tujuan organisasi harus didasarkan pada lima asumsi dan lima prinsip kerja yaitu sebagai berikut (Nanang Fattah, 2004:30):
Asumsi Prinsip Kerja
1. Asumsi
a. Organisasi merupakan sistem terbuka
b. Organisasi mencari prestasi maksimum
c. Tujuan organisasi sangat berjenis jenis (bervariasi)
d. Tujuan organisasi ketergantungan
e. Tujuan organisasi berubah-ubah
2. Prinsip
a. Service untuk lingkungan
b. Prinsip optimasi
c. Multidimensional
d. Prinsip keharmonisan
e. Prinsip pengurangan resiko
Pendidikan sistem merupakan suatu metode atau teknik ara yang secara khusus disebut analisis sistern (system analysis) terutama berfungsi dalam memecahkan masalah (problem solving) da pengambilan keputusan (decision making). Dalam hal ini pendekatan sistem dikaitkan dengan metode ilmiah analisis sistem mencak empat hal yaitu:
a. Menyadari adanya masalah
b. Mengidentifikasi variabel yang relevan
c. Menganalisis dan mensintesiskan faktor-faktor.
d. Menentukan kesimpulan dalam bentuk program kegiatan
2. Pendekatan Situasional (Contingency)
Pendekatan situasional menganggap bahwa efektivitas manajemen tergantung pada situasi yang melatarbelakangi Prinsip manajemen yang sukses pada situasi tertentu, belum tentu efektif digunakan pada situasi lainnya. Tugas manajer adalah mencari teknik yang paling tepat untuk mencapai tujuan organisasi dengan melihat situasi, kondisi, dan waktu tertentu.
Pendekatan situasional memberikan resep praktis' terhadap persoalan manajemen. Tidak mengherankan pendekatan ini dikem- bangkan manajer, konsultan, atau peneliti yang banyak berkecimpung dengan dunia nyata. Pendekatan ini menyadarkan manajer bahwa kompleksitas situasi manajerial, membuat manajer lebih fleksibel atau sensitif dalam memilih teknik-teknik manajemen yang terbaik berdasarkan situasi yang ada. Pendekatan ini dikritik karena tidak menawarkan sesuatu yang baru. Pendekatan ini belum dapat dikatakan sebagai aliran atau disiplin manajemen baru, yang mempunyai batas- batas yang jelas.
3. Pendekatan Hubungan Manusiawi Baru (Neo-Human Relation)
Pendekatan ini berusaha mengintegrasikan sisi positif manusia dan manajemen ilmiah Pendekatan ini dimulai pada tahun 1950-an dan memperoleh momentum pada tahun 1960-an. Pendekatan perilaku mengatakan bahwa manusia berusaha mengaktualisasikan dirinya. Pendekatan hubungan manusiawi baru melangkah lebih lanjut. Mereka melihat bahwa manusia merupakan makhluk yang emosional, intuitif, dan kreatif. Dengan memahami kedudukan manusia tersebut, prinsip manajemen dapat dikembangkan lebih lanjut.
Beberapa ahli yang menggunakan pendekatan hubungan manusiawi adalah W. Edward Deming mengembangkan prinsip-prinsip manajemen, Fayol yang fokus pada kualitas kerja dan hubungan antar karyawan, Thomas J. Peters dan Robert H. Waterman dengan menulis buku In Search of Excellent (1985). Buku tersebut mencoba mengungkap kan faktor-faktor yang membuat organisasi mampu bertahan dengan menjawab kebutuhan konsumen, memberikan suasana kerja yang menantang dan menghasilkan (rewarding), dan mampu memenuhi kebutuhan sosial serta lingkungan secara efektif. Menurut mereka, organisasi semacam itu juga mampu membangun nilai (values) bersama. Nilai bersama tersebut bisa membantu karyawan bekerja mencapai tujuan bersama dan menyesuaikan diri terhadap perubahan situasi eksternal maupun internal.
William Ouchi pada tahun 1981 menerbitkan buku berjudul Theory Z-How American Business Can Meet the Japanese Challenge. Buku tersebut mencoba menggabungkan manajemen gaya Amerika Serikat (tipe A) dengan gaya Jepang (tipe J).
Menurutnya dua tipe perusahaan berbeda dalam tujuh hal:
a. Jangka waktu ikatan kerja.
b. Cara pengambilan keputusan.
c Lokasi tanggung jawab
d. Jangka waktu evaluasi dan promosi.
e. Mekanisme pengendalian.
f. Spesialisasi karir.
g. Perhatian terhadap karyawan.
Perusahaan Jepang diwarnai oleh ikatan kerja seumur hidup dan pengambilan keputusan bersama, sedangkan perusahaan Amerika yang sukses ternyata tidak menerapkan tipe A konvensional. Perusahaan tersebut menggabungkan prinsip tipe A dengan tipe J. Sebagai contoh, perusahaan tersebut menerapkan ikatan kerja jangka waktu lama, dalam arti tidak pendek seperti tipe A dan tidak seumur hidup seperti tipe J. Ouchi menyarankan keputusan bersifat partisipatif, melibatkan sejumlah besar karyawan, dan tanggung jawab merupakan fungsi bersama, hasil dari proses kelompok atau tim.
Pendekatan hubungan manusiawi baru masih membutuhkan waktu untuk sampai dikatakan sebagai aliran manajemen baru, Meskipun demikian pendekatan tersebut cukup populer baik di lingkungan akademis maupun teknisi. Ide-ide pendekatan tersebut banyak mempengaruhi praktik manajemen saat ini.
4. Pendekatan Integratif
Pendekatan integratif memadukan beberapa aliran-aliran manajemen menjadi kerangka baru yang efektif dan efisien.
Sumber : Dasar-Dasar Manajemen | Dr. Badrudin, M.Ag

إرسال تعليق