Pengorganisasian | Pertimbangan Pengorganisasian

MPI Press - Dalam ilmu manajemen, pertimbangan pengorganisasian merujuk pada proses memutuskan bagaimana sebuah organisasi akan mengelola sumber daya dan kegiatannya untuk mencapai tujuannya. Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam proses pengorganisasian, termasuk:

Tujuan dan strategi organisasi: Tujuan dan strategi organisasi akan memberikan panduan bagi pengorganisasian struktur dan kegiatan organisasi.

Sumber daya yang tersedia: Jumlah dan jenis sumber daya yang tersedia akan mempengaruhi bagaimana organisasi mengelola kegiatannya.

Lingkungan eksternal: Lingkungan eksternal, termasuk pasar, regulasi, dan kompetitor, akan mempengaruhi bagaimana organisasi mengelola kegiatannya.

Kultur organisasi: Kultur organisasi, yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang dianut oleh anggota organisasi, akan mempengaruhi bagaimana organisasi mengelola kegiatannya.

Kemampuan manajerial: Kemampuan manajerial, termasuk kemampuan untuk mengatur dan mengendalikan kegiatan, akan mempengaruhi bagaimana organisasi mengelola kegiatannya.

Keterbatasan waktu dan biaya: Keterbatasan waktu dan biaya akan mempengaruhi bagaimana organisasi mengelola kegiatannya.

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, organisasi dapat memilih struktur yang tepat dan mengelola sumber daya dengan efektif untuk mencapai tujuannya.

A. Rentang Kendali

Rentang kendali adalah jumlah sumber daya yang dapat dikendalikan oleh seorang manajer atau sebuah unit organisasi. Rentang kendali dapat terdiri dari sumber daya finansial, sumber daya manusia, dan sumber daya teknologi. Rentang kendali juga dapat meliputi kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan kepada seorang manajer atau unit organisasi.

Rentang kendali dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk struktur organisasi, tingkat kompleksitas kegiatan, dan ukuran organisasi. Manajer dengan rentang kendali yang lebih luas akan memiliki lebih banyak tanggung jawab dan kewenangan daripada manajer dengan rentang kendali yang lebih sempit.

Rentang kendali yang luas dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi, tetapi juga dapat meningkatkan beban kerja dan stres bagi manajer yang bertanggung jawab atas rentang kendali tersebut. Oleh karena itu, organisasi harus mempertimbangkan dengan cermat rentang kendali yang diberikan kepada setiap manajer atau unit organisasi.

Ada beberapa pendapat para ahli mengenai rentang kendali, di antaranya adalah:

Menurut Fayol (1949), rentang kendali merupakan batasan yang diberikan kepada seorang manajer untuk mengatur dan mengendalikan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya. Rentang kendali harus sesuai dengan tingkat otoritas manajer dan tidak boleh terlalu luas atau terlalu sempit.

Menurut Mintzberg (1973), rentang kendali dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu:

Rentang kendali rendah: manajer hanya memiliki otoritas dan tanggung jawab terbatas atas pekerjaannya.

Rentang kendali sedang: manajer memiliki otoritas dan tanggung jawab yang lebih luas daripada rentang kendali rendah, tetapi masih terbatas.

Rentang kendali tinggi: manajer memiliki otoritas dan tanggung jawab yang luas untuk mengelola pekerjaannya.

Menurut Robbins dan Judge (2017), rentang kendali merupakan batasan otoritas dan tanggung jawab yang diberikan kepada seorang manajer dalam mengelola pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya. Rentang kendali dapat berubah tergantung pada situasi dan kebutuhan organisasi.

Menurut Luthans dan Kreitner (2015), rentang kendali merupakan jangkauan otoritas dan tanggung jawab yang diberikan kepada seorang manajer dalam mengelola pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya. Rentang kendali harus sesuai dengan tingkat otoritas manajer dan tidak boleh terlalu luas atau terlalu sempit.

B. Wewenang dan Kekuasaan

Wewenang adalah hak dan kemampuan seseorang atau sebuah unit organisasi untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan tertentu dalam mengelola kegiatan organisasi. Wewenang dapat bersifat formal, yaitu hak yang diberikan kepada seseorang atau sebuah unit organisasi melalui struktur organisasi atau dokumen resmi, atau bersifat informal, yaitu hak yang diakui dan dihargai oleh anggota organisasi meskipun tidak diatur dalam struktur organisasi atau dokumen resmi.

Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sebuah unit organisasi untuk mempengaruhi orang lain atau kegiatan organisasi. Kekuasaan dapat diperoleh melalui posisi atau jabatan, kepemimpinan, atau kontrol atas sumber daya yang penting bagi organisasi. Kekuasaan dapat digunakan untuk mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu atau untuk mempertahankan kepentingan-kepentingan tertentu dalam organisasi.

Wewenang dan kekuasaan tidak selalu bersifat sinonim. Seseorang atau sebuah unit organisasi dapat memiliki wewenang tanpa kekuasaan, atau sebaliknya. Misalnya, seorang manajer dapat memiliki wewenang untuk membuat keputusan dalam suatu bidang, tetapi tidak memiliki kekuasaan untuk mempengaruhi orang lain di luar unit yang dikelolanya. Sebaliknya, seseorang yang tidak memiliki wewenang formal dapat memiliki kekuasaan melalui kepemimpinan atau kontrol atas sumber daya penting bagi organisasi.

Newman (Sukanto, 1990) mengemukakan lima jenis wewenang yang dapat dikenali dalam organisasi, yaitu:

Wewenang formal: Wewenang yang diberikan kepada seseorang atau sebuah unit organisasi melalui struktur organisasi atau dokumen resmi. Wewenang formal dapat bersifat hierarkis, yaitu bergantung pada posisi atau jabatan seseorang dalam struktur organisasi, atau bersifat fungsional, yaitu bergantung pada bidang keahlian seseorang atau unit organisasi.

Wewenang informal: Wewenang yang diakui dan dihargai oleh anggota organisasi meskipun tidak diatur dalam struktur organisasi atau dokumen resmi. Wewenang informal dapat diperoleh melalui relasi dan interaksi sosial di dalam organisasi.

Wewenang terbatas: Wewenang yang hanya diberikan kepada seseorang atau sebuah unit organisasi dalam situasi tertentu atau untuk kegiatan tertentu.

Wewenang terus-menerus: Wewenang yang diberikan kepada seseorang atau sebuah unit organisasi secara terus-menerus untuk mengelola kegiatan organisasi.

Wewenang terpusat: Wewenang yang dikonsentrasikan pada sekelompok orang atau unit organisasi yang memiliki kewenangan untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan tertentu bagi seluruh organisasi.

Sedangkan Edgar H. Schein (1980) dalam Nanang Fattah (2004) mengemukakan tiga jenis kekuasaan yang dapat dikenali dalam organisasi, yaitu:

Kekuasaan koersif: Kekuasaan yang diperoleh melalui kemampuan untuk memberikan sanksi atau hukuman terhadap orang lain yang tidak mematuhi perintah atau keputusan tertentu. Kekuasaan koersif dapat diperoleh melalui posisi atau jabatan dalam struktur organisasi atau kontrol atas sumber daya penting bagi organisasi.

Kekuasaan reward: Kekuasaan yang diperoleh melalui kemampuan untuk memberikan insentif atau imbalan kepada orang lain yang mematuhi perintah atau keputusan tertentu. Kekuasaan reward dapat diperoleh melalui posisi atau jabatan dalam struktur organisasi atau kontrol atas sumber daya penting bagi organisasi.

Kekuasaan expert: Kekuasaan yang diperoleh melalui keahlian atau kemampuan yang diakui oleh anggota organisasi dalam bidang tertentu. Kekuasaan expert dapat diperoleh melalui latihan, pendidikan, atau pengalaman kerja yang memadai.

C. Desentralisasi dan Sentralisasi

Desentralisasi adalah proses memindahkan kewenangan dan tanggung jawab dari pihak pusat ke unit-unit organisasi yang lebih kecil. Desentralisasi dapat dilakukan dengan memindahkan kewenangan dari pihak pusat ke manajer atau unit organisasi di tingkat bawah, atau dengan membentuk unit organisasi yang mandiri di luar struktur organisasi yang ada.

Desentralisasi dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan inovasi dalam mengelola kegiatan organisasi. Desentralisasi juga dapat membantu meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja karyawan, karena memberikan mereka lebih banyak tanggung jawab dan kewenangan. Namun, desentralisasi juga dapat meningkatkan risiko dan kompleksitas dalam mengelola kegiatan organisasi.

Sentralisasi adalah proses memusatkan kewenangan dan tanggung jawab pada pihak pusat organisasi. Sentralisasi dapat dilakukan dengan mengembalikan kewenangan dan tanggung jawab yang telah dialihkan ke unit-unit organisasi yang lebih kecil kembali ke pihak pusat, atau dengan membentuk struktur organisasi yang lebih terpusat.

Sentralisasi dapat dilakukan untuk meningkatkan koordinasi dan kontrol dalam mengelola kegiatan organisasi. Namun, sentralisasi juga dapat mengurangi inovasi dan motivasi karyawan, karena memberikan mereka lebih sedikit tanggung jawab dan kewenangan. Sentralisasi juga dapat meningkatkan beban kerja dan stres bagi pihak pusat organisasi yang bertanggung jawab atas kewenangan dan tanggung jawab yang terpusat.

Berikut ini adalah beberapa pendapat para ahli mengenai wewenang dan kekuasaan:

Menurut Fayol (1949), wewenang adalah hak atau kekuasaan yang diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang untuk mengambil keputusan atau membuat kebijakan dalam sebuah organisasi. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi atau mengendalikan tingkah laku orang lain dalam sebuah organisasi.

Menurut Mintzberg (1973), wewenang adalah hak atau kekuasaan yang diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang untuk mengambil keputusan atau membuat kebijakan dalam sebuah organisasi. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi atau mengendalikan tingkah laku orang lain dalam sebuah organisasi.

Menurut Robbins dan Judge (2017), wewenang adalah hak atau kekuasaan yang diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang untuk mengambil keputusan atau membuat kebijakan dalam sebuah organisasi. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi atau mengendalikan tingkah laku orang lain dalam sebuah organisasi.

Menurut Luthans dan Kreitner (2015), wewenang adalah hak atau kekuasaan yang diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang untuk mengambil keputusan atau membuat kebijakan dalam sebuah organisasi. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi atau mengendalikan tingkah laku orang lain dalam sebuah organisasi.

D. Efektivitas Tim

Efektivitas tim adalah kemampuan sebuah tim untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara yang efisien dan efektif. Beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas tim adalah:

Komunikasi yang efektif: Tim yang dapat saling berkomunikasi dengan baik akan lebih efektif dalam mencapai tujuan.

Koordinasi yang baik: Tim yang dapat bekerja sama dengan baik dan memiliki koordinasi yang baik akan lebih efektif dalam mencapai tujuan.

Kepemimpinan yang efektif: Kepemimpinan yang efektif dapat membantu tim untuk bekerja sama dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Motivasi yang tinggi: Tim yang termotivasi akan lebih bersemangat dan lebih efektif dalam mencapai tujuan.

Kemampuan individu: Kemampuan individu anggota tim juga mempengaruhi efektivitas tim. Anggota tim yang memiliki kemampuan yang tinggi akan lebih efektif dalam mencapai tujuan.

Tujuan yang jelas: Tim yang memiliki tujuan yang jelas akan lebih mudah untuk mencapainya.

Struktur tim yang tepat: Struktur tim yang tepat dapat membantu tim untuk bekerja sama dan mencapai tujuan dengan lebih efektif.

Lingkungan kerja yang positif: Lingkungan kerja yang positif dapat membantu tim untuk bekerja sama dan mencapai tujuan dengan lebih efektif.

Efektivitas tim dapat diukur dengan menggunakan berbagai indikator, seperti tingkat penyelesaian proyek, kualitas hasil pekerjaan, dan kepuasan karyawan. Organisasi dapat meningkatkan efektivitas tim dengan memperhatikan faktor-faktor di atas dan menyediakan dukungan yang diperlukan untuk membantu tim mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Efektivitas tim dalam pengorganisasian merujuk pada kemampuan sebuah tim untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan baik dan efisien. Ada beberapa pendapat para ahli mengenai efektivitas tim dalam pengorganisasian, di antaranya adalah:

Menurut Tuckman (1965), efektivitas tim ditentukan oleh empat faktor utama, yaitu:

Forming: proses pembentukan tim, di mana anggota tim belajar tentang tujuan tim, peran masing-masing, dan cara bekerja sama.

Storming: proses dimana anggota tim mulai terlibat dalam diskusi dan debat untuk mencapai konsensus dan solusi terbaik.

Norming: proses dimana anggota tim mulai bekerja sama dengan baik dan menetapkan norma-norma yang harus diikuti oleh semua anggota.

Performing: proses dimana tim mulai bekerja secara efektif dan produktif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Menurut Robbins dan Judge (2017), efektivitas tim ditentukan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah:

Komunikasi yang efektif: anggota tim harus saling berbagi informasi dan ide dengan jelas dan terbuka.

Koordinasi yang baik: anggota tim harus saling bekerja sama dan mengelola tugas-tugas dengan efisien.

Kepemimpinan yang efektif: kepemimpinan yang efektif dapat memotivasi anggota tim dan membantu mencapai tujuan tim.

Tujuan yang jelas: anggota tim harus memahami tujuan tim secara jelas dan terfokus untuk mencapainya.

Menurut Luthans dan Kreitner (2015), efektivitas tim ditentukan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah:

Struktur tim yang tepat: struktur tim yang tepat dapat membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas tim.

Kompetensi anggota tim: anggota tim harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan peran masing-masing dalam tim.

Pemahaman tujuan tim: anggota tim harus memahami tujuan tim secara jelas dan terfokus untuk mencapainya.

Kohesi tim: anggota tim harus saling bekerja sama dengan baik dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap tim.

E. Reorganisasi dan Restrukturasi Organisasi

Reorganisasi adalah proses perubahan struktur organisasi yang melibatkan penataan ulang bagaimana pekerjaan dilakukan dan bagaimana tugas-tugas dikelola. Tujuan dari reorganisasi adalah untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan fleksibilitas organisasi. Reorganisasi dapat melibatkan penyesuaian struktur, proses kerja, dan struktur kepemimpinan dalam organisasi.

Restrukturisasi adalah proses perubahan yang lebih luas yang melibatkan perubahan fundamental dalam cara organisasi terstruktur dan dioperasikan. Restrukturisasi dapat melibatkan perubahan dalam bentuk organisasi, tujuan, strategi, atau sumber daya yang digunakan. Restrukturisasi dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam menghadapi perubahan lingkungan atau untuk meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan.

Kedua proses ini dapat dilakukan secara terpisah atau bersama-sama, tergantung pada kebutuhan dan tujuan organisasi. Baik reorganisasi maupun restrukturisasi memerlukan penyesuaian dari semua bagian organisasi dan mungkin menimbulkan beberapa ketidakpastian atau resistensi dari para karyawan. Oleh karena itu, penting bagi organisasi untuk memastikan bahwa proses ini dilakukan dengan transparan dan terbuka, serta memperhatikan kebutuhan dan kepentingan para karyawan yang terlibat.

F. Budaya Organisasi

Budaya organisasi adalah kumpulan norma, nilai, dan perilaku yang terbentuk di dalam suatu organisasi dan mempengaruhi bagaimana orang-orang di dalam organisasi berperilaku dan bekerja sama. Budaya organisasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari cara-cara yang diterima oleh seluruh anggota organisasi untuk memecahkan masalah, mengambil keputusan, dan mengelola perubahan.

Budaya organisasi dapat mempengaruhi efektivitas organisasi dengan cara:

Memberikan arah dan tujuan yang jelas bagi anggota organisasi: Budaya organisasi yang jelas dapat memberikan arah dan tujuan yang jelas bagi anggota organisasi, sehingga mereka tahu apa yang diharapkan dari mereka dan bagaimana cara terbaik untuk mencapai tujuan tersebut.

Meningkatkan komunikasi dan koordinasi: Budaya organisasi yang sehat dapat meningkatkan komunikasi dan koordinasi di antara anggota organisasi, sehingga mereka dapat bekerja sama dengan lebih efektif.

Memotivasi anggota organisasi: Budaya organisasi yang sehat dapat memotivasi anggota organisasi untuk bekerja dengan lebih baik dan meningkatkan kinerja mereka.

Meningkatkan kepuasan kerja: Budaya organisasi yang sehat dapat meningkatkan kepuasan kerja anggota organisasi, sehingga mereka lebih loyal terhadap organisasi dan lebih mampu bekerja dengan baik.

Budaya organisasi dapat diubah dengan cara mengubah norma, nilai, dan perilaku yang ada di dalam organisasi. Perubahan budaya organisasi dapat dilakukan dengan cara mengubah struktur organisasi, sistem reward, atau dengan mengubah cara-cara kerja di dalam organisasi. Perubahan budaya organisasi memerlukan waktu yang cukup lama dan perlu diikuti oleh semua anggota organisasi agar terjadi perubahan yang signifikan.

Menurut para ahli manajemen, budaya organisasi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kinerja dan keberhasilan suatu organisasi. Beberapa ahli manajemen yang menjelaskan tentang budaya organisasi diantaranya adalah:

Edgar H. Schein: Menurut Schein, budaya organisasi terdiri dari tiga lapisan yang saling terkait, yaitu lapisan simbol-simbol, lapisan kebiasaan-kebiasaan, dan lapisan nilai-nilai.

Robert E. Quinn dan Kim S. Cameron: Mereka mengembangkan teori yang disebut teori budaya adaptif, yang menyatakan bahwa budaya organisasi memiliki empat tipe, yaitu budaya kuat, budaya adaptif, budaya adaptif-kuat, dan budaya lemah.

Geert Hofstede: Hofstede mengembangkan teori budaya nasional, yang menjelaskan perbedaan budaya antarnegara berdasarkan lima dimensi, yaitu individualisme versus kolektivisme, masculinitas versus femininitas, ketegasan versus ketenangan, orientasi masa depan versus orientasi masa lalu, dan orientasi terhadap perbedaan versus orientasi terhadap kesamaan.

Daniel Coleman: Coleman mengembangkan teori budaya organisasi yang disebut teori kapabilitas, yang menyatakan bahwa budaya organisasi mempengaruhi kapabilitas suatu organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan mencapai tujuannya.

Budaya organisasi dapat diubah dan dikembangkan melalui berbagai cara, seperti melalui pemimpin yang mempengaruhi norma dan nilai organisasi, pelatihan dan pengembangan karyawan, serta sistem reward dan sistem sanksi yang efektif.

G. Departementasi

Departementasi adalah proses pembagian pekerjaan menjadi unit-unit yang lebih kecil dan terorganisir dengan baik. Tujuan departementasi adalah untuk membagi pekerjaan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan terorganisir dengan baik, sehingga memudahkan pengelolaan dan pengawasan pekerjaan.

Departementasi juga dapat membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dengan cara memperkecil jumlah komunikasi yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan, serta memperkecil jumlah kesalahan yang terjadi.

Terdapat beberapa jenis departementasi, yaitu:

Departementasi Berdasarkan Fungsi

Departementasi ini terdiri dari unit-unit yang didasarkan pada fungsi yang sama, seperti departemen produksi, departemen pemasaran, dan departemen keuangan. Departementasi berdasarkan fungsi cocok untuk organisasi yang memiliki produk atau jasa yang sama dan tidak terlalu kompleks.

Departementasi Berdasarkan Produk

Departementasi ini terdiri dari unit-unit yang didasarkan pada produk yang sama, seperti departemen mobil, departemen televisi, dan departemen komputer. Departementasi berdasarkan produk cocok untuk organisasi yang memproduksi berbagai macam produk yang berbeda.

Departementasi Berdasarkan Proyek

Departementasi ini terdiri dari unit-unit yang didasarkan pada proyek yang sama, seperti departemen proyek bangunan, departemen proyek periklanan, dan departemen proyek pengembangan. Departementasi berdasarkan proyek cocok untuk organisasi yang memiliki banyak proyek yang berbeda dan tidak terlalu kompleks.

Departementasi Berdasarkan Geografis

Departementasi ini terdiri dari unit-unit yang didasarkan pada lokasi geografis, seperti departemen Asia, departemen Eropa, dan departemen Amerika. Departementasi berdasarkan geografis cocok untuk organisasi yang memiliki banyak cabang di berbagai negara.

H. Staffing

Staffing adalah proses perencanaan, perekrutan, dan pemilihan karyawan yang tepat untuk posisi-posisi yang tersedia dalam suatu organisasi. Tujuan staffing adalah untuk menemukan karyawan yang memiliki kompetensi dan kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan organisasi, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja.

Proses staffing juga meliputi tahap pengembangan karyawan, yang bertujuan untuk membantu karyawan meningkatkan kemampuan dan kompetensi mereka sesuai dengan kebutuhan organisasi.

Terdapat beberapa jenis staffing, yaitu:

Staffing Internal

Staffing internal adalah proses menemukan karyawan yang tepat dari dalam organisasi. Cara ini dapat dilakukan dengan melakukan promosi dari dalam, atau dengan memberikan pelatihan dan pengembangan karyawan yang ada.

Staffing Eksternal

Staffing eksternal adalah proses menemukan karyawan yang tepat dari luar organisasi. Cara ini dapat dilakukan dengan melakukan rekrutmen, seleksi, dan tes kompetensi kepada calon karyawan yang berasal dari luar organisasi.

Staffing Virtual

Staffing virtual adalah proses menemukan karyawan yang tepat melalui internet, seperti menggunakan jasa situs lowongan kerja atau menyewa karyawan freelance. Staffing virtual menjadi semakin populer di era digital saat ini, terutama untuk mencari karyawan yang memiliki keahlian khusus atau berada di lokasi geografis yang jauh.

Staffing Kontrak

Staffing kontrak adalah proses menemukan karyawan yang tepat melalui perusahaan penyedia jasa tenaga kerja kontrak. Perusahaan ini akan menyediakan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan organisasi, dan biasanya akan menangani semua aspek administratif dan pengurusan karyawan.

I. Delegasi

Delegasi adalah proses mengalihkan tanggung jawab dan kewenangan kepada karyawan lain dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja. Delegasi dapat membantu mengelola waktu dengan lebih baik, memperluas jangkauan kemampuan organisasi, dan mengembangkan kemampuan karyawan.

Namun, delegasi juga harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan masalah, seperti kebingungan atau konflik antar karyawan. Oleh karena itu, pemimpin harus memastikan bahwa karyawan yang menerima tanggung jawab dan kewenangan memiliki kemampuan dan kompetensi yang sesuai.

Terdapat beberapa jenis delegasi, yaitu:

Delegasi Autoritatif

Delegasi autoritatif adalah proses mengalihkan tanggung jawab dan kewenangan kepada karyawan dengan memberikan instruksi yang jelas. Pemimpin harus memberikan petunjuk yang tepat agar karyawan tahu bagaimana melakukan pekerjaan dengan benar.

Delegasi Konsultatif

Delegasi konsultatif adalah proses mengalihkan tanggung jawab dan kewenangan kepada karyawan dengan meminta masukan dan saran dari mereka. Pemimpin harus membuka ruang bagi karyawan untuk memberikan masukan dan saran agar pekerjaan dapat dilakukan dengan lebih baik.

Delegasi Partisipatif

Delegasi partisipatif adalah proses mengalihkan tanggung jawab dan kewenangan kepada karyawan dengan meminta mereka untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan. Pemimpin harus memastikan bahwa karyawan merasa terlibat dalam proses pengambilan keputusan agar pekerjaan dapat dilakukan dengan lebih efektif.

Delegasi Non-Directive

Delegasi non-directive adalah proses mengalihkan tanggung jawab dan kewenangan kepada karyawan dengan memberikan kebebasan dan fleksibilitas dalam menyelesaikan pekerjaan. Pemimpin harus memastikan bahwa karyawan memiliki kemampuan dan kompetensi yang sesuai agar pekerjaan dapat dilakukan dengan baik.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama